KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis haturkan
kehadirat Tuhan Yang Maha Esa karena hidayah serta karunianya penulis dapat
menyelesaikan Tugas Akhir Semester. Harapan penulis, semoga tugas akhir ini
bermanfaat bukan hanya bagi dosen
pengampu tetapi juga bagi para Mahasiswa fakultas psikologi yang sedang
mengikuti program Sarjana 1, baik yang diselenggarakan oleh pihak Universitas
Mercubuana dan Universitas lainnya.
Khusus kepada Indra Ratna Kusuma Wardani, Msi, Penulis
sampaikan terima kasih yang tak terhingga atas dorongan dan saran beliau agar
penulis menerbitkan review tugas akhir ini., Namun, perlu penulis utarakan
bahwa kekuranglengkapan/kekurangsempurnaan tentu masih terdapat dalam review
ini walaupun pengkajian ulang telah penulis lakukan berkali-kali.
Akhirnya, saya mengharapkan bahwa
review ini dapat menjadi syarat guna memenuhi tugas akhir mata kuliah Psikologi
Pendidikan. kritik dan saran khususnya dari dosen pengampu amat penulis
harapkan demi penyempurnaan review ini pada masa yang akan datang. Terima
kasih.
Yogyakarta, Juli 2015
Penulis
ABSTRAK
Kebanyakan psikologi menganggap
kegiatan mengajar – belajar manusia adalah topik penting dalam studi psikologi.
Demikian pentingnya arti belajar sehingga nyaris tak satupun aspek kehidupan
manusia yang terlepas dari balajar. Namun, perbedaan persepsi dan pemahaman
mengenau arti dan seluk beluk belajar selalu muncul dari satu waktu ke waktu
dan dari generasi ke generasi.
Kenyataan yang tak terelakkan bahwa
perbedaan generasi psikologi sering pula membawa perbedaan persepsi terhadap
belajar, lebih kurang 50 tahun yang lalu persepsi orang khususnya para pendidik
professional sangat dipengaruhi oleh aliran behaviorisme yang didasarkan pada
hasil eksperimen dengan menggunakan hewan-hewan percobaan.
Akhir akhir ini, persepsi tersebut
sudah banyak berubah seiring dengan perubahan pandangan para ahli psikologi
pendidikan terhadap keabsahahn (validity) dan kecermatan (accuracy) temuan
riset yang menggunakan hewan – hewan itu (Lazerson, 1975). Para peneliti bidang
psikologi khususnya osikologi pendidikan kini telah semakin sadar betapa dalam
dan rumitnya proses berpikir siswa ketika ia belajar, sehingga perilaku seperti
hewan percobaan tak layak lagi digunakan sebagai bahan kiasan (analogi) yang
memadai.perubahan ini mengakibatkan berubahnya pola riset dan penggunaan metode
untuk menghimpun data psikologi di bidang pendidikan.
Dalam pengertian yang agak luas,
pendidikan dapat diartikan sebagau sebuh proses dengan metode – metode tertentu
untuk memeroleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku sesuai dengan
kebutuhan. Poerbawaka dan Harahap (1981), pendidikan yakni sebagai usaha
sengaja yang selalu diartikan mampu menghantarkan peserta didik untuk
menimbulkan kedewasaan dan tanggung jawab moril
dari segala perbuatannya. Istilah dewasa dan tanggung moral perlu diberi
batas batas yang jelas dan konkret, umpamanya dengan cara mengacu pada tujuan
pendidikan nasional, yakni :
“… bertujuan untuk berkembanganya
pottensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada
tuhan yang maha esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga Negara yang demokratis
dan bertanggung jawab” (UUSPN/2003 Bab II pasal 3 )
BAB I
PENDAHULUAN
Belajar merupakan salah satu bahasan
dan topik dalam ilmu psikologi. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam peneyelengaaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan, pendidikan dapat
diartikan sebagai sebuah proses dengan metode – metode tertentu sehingga orang
memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai kebutuhan,
dalam pengertian yang luas dan representative pendidikan islah seluruh tahapan
dan pengembangan kemampuan perilaku – perilaku manusia, juga proses penggunaan
hampir seluruh pengalaman kehidupan, berhasil atau gagalnya pencapaian tujuan
pendidikan itu amat bergantung pada proses belajar yang dialakmi siswa, baik
ketika ia berada di sekolah, lingkungan, rumah atau keluarganya sendiri.
Oleh karenyam pemahaman yang benar
mengenai arti belajar dengan segalla aspek, bentuk, dan manifestasinya mutlak
diperlukan oleh para pendidikn dan khususnya para guru. Kekeliruan dan ketidak
lengkapan persepsi mereka terhadap proses belajar dan hal – hal yang berkaitan
dengannya akan mengakibatkan kurang bermutunya hasil pembelajaran yang dicapai
peserta didik,
Adapun psikologi
pendidikan disini sebagai sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang
menyediakan sumber –sumber untuk membantu anda melaksanakan tugas sebagaui
seorang guru dalam proses belajar mengajar secara lebih efektif ( Barlow,
1985). Psikologi pendidikan adalah cabang dari ilmu psikologi yang
mengkhususkan diri pada cara memahami pengajaran dan pembelajaran dalam
lingkungan pendidikan yang memberikan sumbangsih berupa ilmu psikologi terhadap
dunia pendidikan dalam kegiatan pendidikan, pembelajaran, pengambangan
kurikulum, proses belajar mengajar, system evaluasi, layanan konseling, serta
beberapa kegiatan utama dalan pendidikan terhadap peserta didik, pendidik,
masyarakat, orang tua, dan pemerintah agar tujuan pendidikan dapat tercapai
secara sempurna dan tepat guna.
Konten atau isi dalam
paper ini adalah tulisan tulisan dan pemikiran pemulis sebagai kritik terhadap
materi psikologi pendidikan yang telah disampaikan dan diusung oleh Indra Ratna
KW berserta kritik terhadap dosen pengajar mata kuliah pendidikan dalam
penyampain materi pada proses perkuliahan dan proses pengajaran yang telah
diadakan oleh dosen terkait.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1. Bab I Prolog
Pada Prolog yang telah diusung oleh
dosen pengampu, adalah uraian mengenai pelbagai pandangan mengenai definisi (batasan)
konsep yang berhubungan dengan psikologi pendidikan. Definisi ini bersumber
dari rujukan – rujukan yang memuat pandangan ahli terkemukan dalam bidang atau displin psikologi dan pendidikan.
Alhasil, secara ringkas dapat kita
tarik sebuah simpulan psikologi adalah ilmu pengetahuan yang menyelidiki dan
membahas tingkah laku terbuka dan
tertutup, baik selaku individu maupun kelompok, dalam hubungannya dengan
lingkungan. Lingakungan dalam hal ini meliputi semua orang, barang, keadaan,
dan kejadian yang ada di sekitar manusia. Pendidikan dipandang sebagai sebuah
konsep ideal sedangkan pengajaran adalah konsep operasional yang berujuan untuk
menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran.
Psikologi pendidikan mencakup semua hal yang bersifaat kependidikan terutama
hal belajar, mengajar, dan mengajar- belajar. Prinsip, konsep, dan metode
psikologi pendidikan merupakan landasan berpikir dan bertindak bagi gutu dalam
mengelolan proses belajar mengajar yang selaras dengan kebutuhan dan keadaan
siswa.
Saran penulis terhadap dosen pengampu pada saat
menyampaikan materi perkuliahan Bab I
yakni dosen yang sedang bertugas perlu menyampaikan masukan bahwa tidak perlu
memandang psikologi pendidikan sebagai satu – satunya gudang penyimpanan
jawaban – jawaban yang benar dan pasti atas persoalan- persoalan kependidikan
yang saat ini tengah dihadapi. Namun, sebaliknya, tetap perlu tahu bahwa dalam
psikologi pendidikan terdapat serangakaian stok informasi mengenai teori teori
dan praktik belajar, mengajar, dan mengajar belajar yang dapat dipilih.dalam
hal ini, pilihan seyogiyanya diselaraskan dengan kebutuhan konstektual sesuai
dengan tuntutan ruang dan zaman. Dengan kata lain pilihan psikologis pendidikan
harus cocok dengan keperluan “kekinian dan “kedisinian”
2.1.1. Selayang Pandang
pernyataan yang menurut penulis
penting dan perlu diperjelas oleh dosen pengajar ketika membahas uraian- uraian
pernyataan yang ada dalam “Selayang
Pandang , yakni :
“ Pendidikan bukan hanya soal
kemampuan untuk menguasai informasi – teknologi, tetapi kemampian untuk
menginternalisasikan nilai – nilai dalam kehidupan. Proses penginternalisasian
nilai ini perlu menyentuh anasir – anasir tidak sadar di dalam tiap pribadi, sehingga
ia mampu secara bebas untuk memilih dan bertanggungjawab penuh atas pilihannya
serta agar mengenal distori – distorsi kesadaran".
Pernyataan di atas rentan menimbulkan
multitafsir bagi para pembaca, dosen pengajar sudah seharusnya perlu memberi
batas – batas yang jelas dan konkret, agar tidak menimbulkan tafsir yang
serampangan dari pihak pembaca yang dalam hal ini adalah peserta didik.
2.2. Perbedaan Individual dan Prinsip – Prinsip Perkembangan Dalam Proses
belajar
2.2.1 Bab II Perbedaan Individual (Individual Defferences)
Perhatian khusus terhadap proses
belajar anak – anak berbakat belum banyak di berikan. Hal ini antara lain
disebabkan masalah – maslaah identifikasi terhadap anaak yang berbakat, belum
adanya guru yang kompeten untuk mengajar anak – anak berbakat, ketidaktahuan
orangtua dan masayarakat mengenai hal tersebut ( Wimbartum dakam Azwarm 1999).
Ketika mengajar di dalam kelas guru
akan mendapati bahwa dari sekian banyak siswa yang dihadapinya itu ternyata
beragam dalam hal karakteristik fisiknya, gaya dan cara bertindak, berbicara,
berkomunikasi, mengerjakan tugas, memecahkan masalah, dan sebagainya. Bagi para
guru, dari sekian banyak keragaman psikologis yang sangat penting untuk
dipahami ialah keragaman siswa dalam hal kecakapan dan kepribadiannya.
Kecakapan yang dimiliki individu ini
diperoleh bukan hanya karena keturunannya semata, tetapi juga karena
perkembangan, dan pengalamannya. Sesungguhnya ia memang dianugerahi potensi
dasar atau kapasitas (capacity) untuk berperilaku inteligen.
Kecakapan dipandang sebagai
perwujudan dari kualifikasi intelegensi dan perilaku individu, sedangkan konsep
dalam keperibadian menunjukkan kepada kualitas toral perilaku individu yang
tampak dalam melakukan penyesuaian diri terhadap lingkungannya secara unik.
Adapun yang dimaksud unik disini
ialah menjelaskan bahwa kualitas perilaku ini besifat khas sehingga dapat
dibedakan individu yang satu dengan yang lainnya. Keunikan ini didukng oleh
struktur organisasi cirri- cirri jiwa raganya (psychophysical system) yang
terbentuk secara dinamis.
Tidak ada yang perlu penulis kritik
dalam hal ini karena uraian dan penjelasan
yang telah diberikan dosenpengajar
sudah cukup jelas. dosen menjelaskan inti sari dari materi yang di
bahas, menerangkan garis besar dari materi yang dibahas dengan melibatkan
mahasiswa dalam memahami dan menganalisis isi materi.
2.2.2 Bab III (Perkembangan dan Proses Belajar)
Perkembangan sebagai rentetan
perubahan jasmani dan rohani manusia menuju ke arah yang lebih maju dan
sempurna. Bab ini merupakan uraian yang menjelaskan batasan perkembangan
manusia yang meliputi dimensi ( cakupan dan ukuran ) rohaniah dan jasmaniah,
definisi, faktor – faktor yang mempengarui perkembangan, faktor – faktor yang
berdampak positif dan juga berdampak negative baik bagi perkembangan yang
berdimensi psikologis maupun biologis.
Perkembangan pada asanya ialah
tahapan perubahan psiko- fisik ( perkembangan motor, perkembangan kognitif,
perkembangan social dan moral) manusia
yang progresif sejak lahir hingga akhir hayat, proses perkembganan dihubungkan
dengan tugas – tugas dan fase fasenya. Aspek aspek fisik yang berkembang ialah;
1) system syaraf; 2)otot – otot; 3) konkret –operasional; 4) formal-operasional.
Dosen telah menjalaskan cukup jelas untuk
materi ini, hanya penulis memberikan saran untuk lebih merperbanyak
penggunaan istilah – istilah yang ada
dalam psikologi perkembangan untuk menjelaskan materi terkait, supaya dapat dan
memperluas pengetahuan dan menstimulasi ingatan peserta didik terhadap terminologi – terminologi dalam
psikologi perkembangan yang banyak digunakan dalam bab dan subbab ini.
2.3. Ikhwal Belajar dan kaitannya dengan Proses pendidikan
2.3.1 Bab IV dan V
Belajar adalah kegiatan yang
berproses dan merupakan unsur yang sangat fundamental dalam penyelengaraan
setiap jenis dan jenjang pendidikan. Ini berarti bahwa berhasil atau gagalnya
pencapaian tujuan pendidikan itu amat bergantung pada prose belajar yang
dialami siswa. Secara umum belajar dapat
dipahami sebagai tahapan perubahan seluruh tingkah laku individu yang relative
menetap sebagai hasil pengalaman dan
interaksi dengan lingkungan yang melibatkan proses kognitif.
Dalam perspektif psikologi, antara
belajar, memori, dan pengetahuan, terdapat hubungan yang tak terpisahkan.
Memori yang biasanya kita artikan sebagai ingatan sesungguhnya adalah fungsi
mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan storage system,
yakni sistem penyimpanan informasi dan pengetahuan yang terdapat di dalam otak
manusia.
Secara pragmatis teori belajar dapat dipahami
sebagai sebuah prinsip umum atau kumpulan prinsip yang saling berhubungan dan
merupakan penjelaswan atas sejumlah fakta dan penemuan yang berkaitan dengan
peristiwa belajar.
Teori – teori pokok mengenai belajar
terdiri atas: 1) koneksionisme; 2) pembiasaan klasik; 3) pembiasaan perilaku
respons; 4) teori belajar kognitif. Teori kesatu, kedua, dan ketiga bersigat
behavioristik (perilaku jasmaniah semata) sedang teori keempat bersifat
kognitif, yakni belajar adalah pristiwa mentak bukan semata – mata behavioral.
Menurut aliran kognitif, setiap siwa
lahir dengan bakat kemampuan mental yang menjadi basis kegiatan belajar. Factor
bawaan ini memungkinkan siswa untuk menentukan merespons atau tidak terhadap
stimulus, sehingga belajar tidak bersifat otomatis seperti robot.
Proses belajar dapat diartikan
sebagai tahapan perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang
terjadi dalam diri siswa. Belajar sebagai aktivitas yang berproses, sudah tentu
di dalamnya terjadi perubahan-perubahan yang bertahap. Perubahan-perubahan
tersebut timbul melalui fase-fase yang
antara satu dengan lainnya bertalian secara berurutan dan fungsional. Menurut
Jerome S. Bruner, salah seorang penentang dari teori S-R bond (Barlow, 1985),
dalam proses belajar, siwamenempuh tiga fase yakni, meliputi : 1)informasi
(penerimaan materi); 2) transformasi (pengubahan materi dalam memori); 3)
evaluasi (penilain penguasaan materi).
Factor factor yang memengaruhi
belajar terdiri atas fator internal
(fisiologis, psikologis, dan intelegensi) dan factor eksternal (lingkkungan
social, lingkungan nonsosial seperti rumah,gedung,sekolah,dan sebagainya).
2.3.2 Manusia sebagai Sang pembelajar
Tugas, tanggung, jawab, dan panggilan
pertama seorang manusia adalah pembelajar, sedangkan pelajaran pertama dan
terutama yang perlu dipelajarinya adalah belajar menjadikan dirinya semanusiawi
mungkin. Manusia satu-satunya makhluk yang berpotensi untuk pertama-tama
belajar tentang dirinya, kemudian berusaha belajar menjadi dirnya, dengan
belajar mengeksperikan potensinya ke dunia luar (inside out). Adapun ketiga
tahap tersebut dikenal sebagai “proses aktualisasi” , yakni proses yang dialami
manusia pembelajar semenjad dari human being menuju being human.
Ciri khas perubahan dalam belajar
meliputi perubahan – perubahan yang bersifat intensional(disengaja), positif
dan aktif (bermanfaat dan atas hasil usaha sendiri), efektif dan fungsional
(berpengaruh dan mendorong timbulnya perubahan baru). Manifestasi dari perilaku
belajar tampak dalam kebiasaan, keterampilan, pengamatan, berpikir secara
asosiatif dan daya ingat, berpikir rasional dan kritis, sikap,
inhibisi(menghindari perilaku mubazir), apresiasi, perkembangan tingkah laku
afektif.Ruth beard (1970) menyatakan bahwa hasil didikan perguruan tinggi harus
mampu menghasilkan manusia yang berilmu, cakap, serta punya sikap moral.
Kritik dan saran penulis Pada Bab IV dan
V Belajar, hendaknya dosen pengajar menambahkan contoh-contoh yang lebih
konkrit dan jelas, serta penambahan porsi ketika menjelaskan kasus – kasus yang
relevan dengan materi perkuliahan dan mengurangi cerita – cerita yang tidak ada
kaitannya saat menjelaskan materi pelajaran terkait, penulis dalam hal ini
sebagai partisipan dan peserta didik dalam proses pembelajaran terkadang tidak
mampu menangkap substansi – substansi dari materi yang dijelaskan secara utuh.
Pada sub bab “manusia sebagai
pembelajar” baik yang penulis tangkap ketika mengikuti proses perkuliahan dan yang penulis baca pada “replika” yang
diusung oleh dosen pengampu. penulis tidak mampu melihat kesimpulan materi
secara utuh dan pokok permasalahan yang ingin diarahkan dosen dalam narasinya.
Tulisan tersebut terkesan sumbang dan tanpa arah, penulis melihat tidak ada
relasi antara 3 paragraf awal dan
paragraf setelahnya. Dosen pengampu di satu sisi menyajikan manusia seabgai
pembelajar sebagai sebuah konsep dan di satu sisi mengarahkan pembaca pada
problematika pendidikan yang saat ini tengah berlangsung terutama pada jenjang
perguruan tinggi.
Konsep-konsep pendidikan yang ideal
sendiri hendaknya dikemukakan oleh dosen pengampu seperti yang dikemukakan oleh Ivan Illich
bahwaPendidikan itu sebagai bagian dari pranata sosial yang ada, memiliki
fungsi yang sangat penting dalam mengembangkan suatu hubungan yang mantap dan
bermakna dalam kehidupan masyarakat. Pendidikan itu untuk memanusiakan manusia.
Pendidikan perlu diarahkan untuk kepentingan masyarakat dan bukan dimonopoli
oleh lembaga-lembaga yang memandang masyarakat sebagai bawahannya. Nilai-nilai
pengembangan kreativitas merupakan nilai-nilai yang perlu diutamakan dalam
proses pendidikan. Konsep Melonggarkan pelembagaan (deinstituionalize)
pengalaman pendidikan sekolah agar siswa mampu mentransformasi kultur yang ada.
2.4. Bab VI Dan VII Mengajar dan kaitannya
dengan Proses pendidikan
Mengajar pada asasnya adalah kegiatan
mengembangkan seluruh potensi ranah psikologis melalui penataan lingkungan
sebaik – baiknya dan menhubungkannya kepada siswa agat terjadi proses
belajar.secara kuantitatif mengajar berarti menyampaika pengetahuan sebanayak – banayaknya. Secara
institusional mengajar berarti mengadaptasikan teknik mengajar sesuai dengan
bakat, kemampuan dan kebutuhan siswa. Secara kualitatif mengajar berarti
membantu memudahkan siswa dalam emmbentuk makan dan pemahamannya sendiri.
Pandangan mengejar sebagai ilmu
hanaya menekankan pentingnya penguasaan guru atas pelbagai pengetahuan,
sedangkan pandangan mengajar sebagai seni menganggap bakat keguruan lebih
penting daripada pengetahuan. Rumpun model mengajar terdiri atas model-model:
information processing, social, personal, dan behavioral.
Metode mengajar ialah cara yang
berisi prosedur baku untuk melaksanakan penyajian materi pelajaran.metode pokok
mengajar terdri atas metode-metode: ceramah, diskusi,demonstrasi, dan ceramah
plus. Strategi mengejar ialah sejumlah langkah procedural untuk mencapai tujuan
tertentu dan diaplikasikan dalam metode mengajar. Setiap metode mengajar
memiliki kelemahan dan keunggulannya sendiri. Oleh karena itu, guru perlu
bijaksana dalam memilih atau memodifikasi metode yang hendak digunakan.
2.4.1 Dimensi Etis Pendidik
Pendidikan sebenarnya merupakan tugas
etis pokok, memiliki bahasan etis yang mendasar. Hal ini membuktikan bahwa
pendidikan adalah pelaksanaan etis dasar. Oleh karena itu, tidak dibenarkan
bila ia menyimpang dari sendi – sendir etika (Indra Ratna, 1998). Santoso (
1987) menegaskan bahwa pendidikan sebenarnya merupakan tugas moral yang
tertinggi nilainya dalam kehidupan manusia dan masyarakat.
Menurut Indra Ratna (1998) tujuan
esensial dari setiap upaya (proses) pendidikan adalah memanusiakan manusia
(peserta didik) suapaya menjadi lebih manusiawi. Oleh karena itu, setiap
tingkah laku pendidik hendaknya senantiasa dijiwai oleh esensi tujuan
pendidikan tersebut. Sebagai pendidikaa ia adalah seorang professional yang
tentunya terikat oleh etika profesi, kemanapun ia melangkah dan apaun yang
dilakukannya berpijak pada titik tumpu ini, pendidik selayaknya memiliki
kompetentsi professional serta integritas professional tertentu. Kompetensi
guru meliputi: kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor.
Integritas professional pendidik
diuraikan menjadi dua bagian, yakni: sikap – sikap etis (tanggung jawab, dil,
dan cinta), dan kewajiban moral (kebenaran, keadilan, kejujuran, dan berpikir
serta berperilaku ilmiah). Mengutip pendapat klasik-universal, pendidikan perlu
menempatkan pribadi manusia sebagai inti dari proses pendidikan itu sendiri.
Dalam pedagogi ini, disangga oleh tiga pilar utama, yakni perhatian pada
pribadi manusia, penghormatan pada keunikan individu, dan kebersamaan (Indra
Ratna, 2004).
2.4.2 Kritik dan Saran bab VI dan VII
Saran
terhadap dosen pengajar dalam menyampaikan materi Bab VI DAN VII adalah
perlunya didukung dengan alat – alat pengajaran seperti gambar, video tape
recorder dan sebagainya. Mengingat dalam mekanisme psikologis dari para peserta
didik yang akan sangat kompleks dalam membuat gambaran dan persepsi tentang proses “mengajar” yang sangat kompleks dalam konteks
ini. Dan dalam uraian “Dimensi etis
pendidik” penulis berpendapat bahwa dosen pengampu telah memberikan uraian yang
cukup jelas untuk dipahami oleh peserta didik. Kritik penulis , yakni dosen
hanya perlu memberikan contoh yang cukup jelas dan konkrit agar tidak
menimbulkan terjadinya multitafsir oleh para peserta didik.
2.5. Bahasa dan Pendidik
Poin yang menurut penulis penting
ialah tentang bahasa mempunyai hubungan timbal balik dengan perasaan dan
pemikiran. Bahasa sebagai salah satu sarana berfikir ilmiah merupakan faktor
strategis yang harus di kuasai oleh pendidik. Kalau pikiran jernih dan teratur
maka kata yang di ucapkan juga akan terang dan jernih, begitu juga seballikanya
bila pikiran kita kacau maka kata yang keluar juga kacau, semrawut. Penguasaan
bahasa sangat mempengaruhi keberhasilan didalam pendidikan, karena dengan
penguasaan bahasa yang teratur, baik dan tepat akan dapat membantu mempermudah
mahasiswa di dalam memahami setiap kalimat penjelasan yang di jelaskan oleh
pendidik.
Pada materi pembahasan, kalimat
penjelasan sangat mudah di pahami karena bahasa yang di gunakan sangat
sederhana. Materi tentang Bahasa dan Pendidik lebih berperan terhadap
pemikiran/penjelasan terhadap pemahaman dosen terhadap materi/referensi bacaan,
dosen menjabarkan pengertian berdasarkan pemikiran/pemahaman (dari referensi
bacaan) secara objektif dari dosen.
Kritik kepada materi adalah ada
beberapa kata-kata yang sukar yang tidak di sertai oleh pengertian,
seperti paripurna, sehingga menghambat pembaca (mahasiswa) dalam
memahami isi bacaan. Penulis menyadari memang tidak seharusnya mahasiswa selalu
di berikan pengertian dari kata-kata asing, tujuannya yaitu supaya mahasiswa
yang bersangkutan dapat berusaha sendiri mencari pengertian baik dari internet,
bertanya kepada orang lain, maupun mencari di Kamus Besar Bahasa Indonesia.
Ada pula kalimat-kalimat yang
membutuhkan penalaran yang tinggi untuk dapat memahasi arti yang di maksud,
seperti penjelasan yang ada pada paragraf terakhir dari pembahasan meteri
Bahasa dan Pendidik.
“Harapan yang cocok di sanjungkan,
ketika salah satu mata rantai (yang sempat terputus) telah usai di kaitkan,
semoga ada “gayung yang bersambut”, sehingga akan dilingkatkan lagi mata
rantai-mata rantai lain sebagai penyambungnya; dan seketsa “awal” ini kelak
akan tidak lagi berepilog sketsa. Semoga di aromaitu terjadisebelum “berkering
keringat-air mata”. Untuk memahami maksud dari keterangan tersebut mahasiswa
harus berberfikir lebih keras supaya dapat keterangan yang tidak sesat dan juga
membutuhkan penalaran yang sangat tinggi dari kalimat-kalimat yang ada pada
paragraf terakhir.
Saran kepada materi, diharapkan dosen
dapat melengkapi pengertian dari kata-kata yang sukar, tetapi tidak harus semua
kata-kata sukar ada pengertiannya, sebaiknya ada beberapa kata-kata atau
kalimat yang sukar (seperti yang telah dicontohkan penulis diatas) supaya dapat
mendorong mahasiswa aktif dalam bertanya dan juga mencari pengertian secara
mandiri.
Pada saat perkuliahan berlangsung
dosen lebih menyuruh mahasiswa yang lebih memahami isi materi di karenakan
memang materi tentang Bahasa dan pendidik hanya berupa “sketsa lukisan yang
belum jadi” sehingga mahasiswa dapat memahami materi secara mandiri.
Kritik kepada dosen, diharapkan dosen
dapat menjelaskan pengertian-pengertian dari kalimat pembahasan yang menurut
dosen sukar untuk di pahami, sehingga dapat membantu mahasiswa dalam memahami
isi materi, karena pada materi pembahasan tentang Bahasa dan Pendidik mahasiswa
hanya di suruh memahami secara mandiri serta menanyakan hal-hal yang kurang
jelas. Disisi lain memang mahasiswa sendiri yang salah, karena tidak berani
untuk bertanya. Semoga hal ini bukan semata-mata pandangan subjektif penulis
tetapi objektif dari pandangan mahasiswa yang lain. Penulis rasa mahasiswa yang
lain juga mengalami kesulitan-kesulitan yang sama tentang pengartian kata dan
kalimat.
2.6. Pendidik Berdimensi Etis
Guru adalah tenaga pendidik yang
fungsi utamanya mengajar, dalam arti mengembangkan ranah cipta rasa, dan karsa
siswa sebagai implementasi konsep ideal mendidik. Di banyak Negara maju
pendidikan keguruan diselengaarakan secara seimbang antara kegiatan kelas
dengan kegiatan praktik lapangan. Bahkan di salah satu Negara tetangga sudah
terdapat beberapa lembaga pendidikan keguruan yang hamper seluruh kegiatannya
diselengaarakan di sekolah-sekolah tempat praktik.
Karakterikstik kepribadian guru
meliputi: fleksibilitas kognitif dan kterbukaan psikologis. Kompetensi guru
adalah kemampuan dan kewenangan guru dalam melaksanakan profesinya meliputi
kompetensi kognitif, afektif, dan psikomotor. sedangkan profesionalisme berarti
kualitas dan perilaku khusus yang menjadi cirri khas guru professional. Jadi,
guru yang professional ialah guru yang kompeten dan melaksanakan tugas mengajar
sebgai satu-satunya profesi utama yang wajib dilaksanakan,
Materi tentang Pendidik Berdimensi
Etis tidak di jelaskan secara detail oleh dosen pengampu (hanya garis besar),
dosen memberikan instruksi kepada mahasiswa untuk mempelajari sendiri. Penulis
setuju dengan keputusan dosen, karena pada isi pembahasan dari materi Pendidik
Berdimensi Etis sebagian sudah banyak di bahas di bab-bab sebelumnya dan dosen
pengajar juga mengaitkan dengan cerita – cerita dan kasus yang relevan dengan topik
bahasan ini.
2.7. Renungan
Poin penting yang dapat penulis petik
dari materi “Renungan” yang diberikan
oleh dosen pengampu adalah kecacatan yang terjadi dalam dunia pendidikan saat
ini. Rendahnya kualitas dan mutu dari para lulusan dan ketidakmampuan dari
lembaga pendidikan untuk menghasilkan
lulusan yang berpijak pada nilai – nilai etis dan moral, adalah beberapa problematika paling besar
dalam dunia pendidikan yang dapat kita lihat sekarang.Disimpulkan bahwa lulusan yang dihadasilkan tidak sesuai
dengan lapangan kerja yang tersedia maka pendidikan telah gagal. Bila ternyata
pendidikan hanya memberikan kesehatan/kekuatan fisik, kecerdasan, ilmu,
keterampilan, maka pendidikan itu dapat menghasilakn binatang yang
sehat-kuat,cerdas,berilmu,terampil. Solusi terhadap permasalahan yang demikian
adalah pendidikan harus mampu mencipatakan insan kemanusiaan yang tinggi,
cerdas,berilmu dan terampil.
Kritik penulis terhadap kepada dosen pengampu yakni, harusnya,
istilah- istilah dari iman dan kalbu hendaknya diganti dengan istilah yang
lebih terarah seperti etika, moral, dan kecerdasan emosi penggunaan istilah
iman dan kalbu masih sangat abstrak dan mengingat kedua istilah tersebut,
yakni, “iman” dan “kalbu” sangat jarang digunakan dalam rangka menjelaskan
bahasan-bahasan dalam bidang ilmu psikologi.
BAB III
PENUTUP
3.1. Kesimpulan
Belajar merupakan salah satu bahasan
dan topik dalam ilmu psikologi. Belajar adalah kegiatan yang berproses dan
merupakan unsur yang sangat fundamental
dalam peneyelengaaraan setiap jenis dan jenjang pendidikan, pendidikan dapat
diartikan sebagai sebuah proses dengan metode – metode tertentu sehingga orang
memperoleh pengetahuan, pemahaman dan cara bertingkah laku yang sesuai
kebutuhan, dalam pengertian yang luas dan representative pendidikan islah
seluruh tahapan dan pengembangan kemampuan perilaku – perilaku manusia, juga
proses penggunaan hampir seluruh pengalaman kehidupan
psikologi pendidikan disini sebagai
sebuah pengetahuan berdasarkan riset psikologis yang menyediakan sumber –sumber
untuk membantu anda melaksanakan tugas sebagaui seorang guru dalam proses
belajar mengajar secara lebih efektif ( Barlow, 1985). Psikologi pendidikan
adalah cabang dari ilmu psikologi yang mengkhususkan diri pada cara memahami
pengajaran dan pembelajaran dalam lingkungan pendidikan yang memberikan
sumbangsih berupa ilmu psikologi terhadap dunia pendidikan dalam kegiatan
pendidikan, pembelajaran, pengambangan kurikulum, proses belajar mengajar,
system evaluasi, layanan konseling, serta beberapa kegiatan utama dalan
pendidikan terhadap peserta didik, pendidik, masyarakat, orang tua, dan
pemerintah agar tujuan pendidikan dapat tercapai secara sempurna dan tepat
guna.
Pendidikan dipandang sebagai sebuah
konsep ideal sedangkan pengajaran adalah konsep operasional yang berujuan untuk
menumbuhkembangkan seluruh kemampuan dan perilaku manusia melalui pengajaran.
Psikologi pendidikan mencakup semua hal yang bersifaat kependidikan terutama
hal belajar, mengajar, dan mengajar- belajar. Prinsip, konsep, dan metode
psikologi pendidikan merupakan landasan berpikir dan bertindak bagi gutu dalam
mengelolan proses belajar mengajar yang selaras dengan kebutuhan dan keadaan
siswa.
Pendidikan bukan hanya soal kemampuan
untuk menguasai informasi – teknologi, tetapi kemampian untuk
menginternalisasikan nilai – nilai dalam kehidupan. Dalam perspektif psikologi,
antara belajar, memori, dan pengetahuan, terdapat hubungan yang tak
terpisahkan. Memori yang biasanya kita artikan sebagai ingatan sesungguhnya
adalah fungsi mental yang menangkap informasi dari stimulus, dan ia merupakan
storage system, yakni sistem penyimpanan informasi dan pengetahuan yang
terdapat di dalam otak manusia. Proses belajar dapat diartikan sebagai tahapan
perubahan perilaku kognitif, afektif, dan psikomotor yang terjadi dalam diri
siswa. Belajar sebagai aktivitas yang berproses, sudah tentu di dalamnya
terjadi perubahan-perubahan yang bertahap.Factor factor yang memengaruhi
belajar terdiri atas fator internal
(fisiologis, psikologis, dan intelegensi) dan factor eksternal (lingkkungan
social, lingkungan nonsosial seperti rumah,gedung,sekolah,dan sebagainya).
Mengajar pada asasnya adalah kegiatan
mengembangkan seluruh potensi ranah psikologis melalui penataan lingkungan
sebaik – baiknya dan menhubungkannya kepada siswa agat terjadi proses
belajar.secara kuantitatif mengajar berarti menyampaika pengetahuan sebanayak – banayaknya. Secara
institusional mengajar berarti mengadaptasikan teknik mengajar sesuai dengan
bakat, kemampuan dan kebutuhan siswa. Secara kualitatif mengajar berarti
membantu memudahkan siswa dalam membentuk makna dan pemahamannya sendiri.
3.2. Kritik
Kritik terhadap dosen pengajar sendiri
yakni penulis simpulkan melalui beberapa pengalaman yang penulis dapati ketika
mengikuti proses perkuliahan dan diluar proses perkuliahan. Perilaku bertanya
dan aktif dari beberapa oknum peserta didik yang sering terlihat, Bukan sebagai
representasi bahwa peserta didik tersebut benar-benar aktif dan menyimak dalam penyelenggaraan proses pembelajaran yang
berlangsung . melalui obrolan ringan yang penulis lakukan terhadap beberapa
mahasiswa yang aktif yakni mereka hanya mengajukan pertanyaan agar dosen
pengajar dengan cepat dapat menyelesaikan desakannya untuk bertanya kepada
mahasiswa padahal peserta didik tersebut sama sekali tidak menyimak dan bahkan
tidak tahu materi apa yang tengah dibicarakan oleh dosen pengjar.
Melalui kritik ini penulis mengharapkan
ahar hal ini dapat menjadi pekerjaan rumah bagi dosen pengajar supaya untuk proses perkuliahan kedepannya mampu
melibatkan perilaku mahasiswa secara total ke arah proses pembelajaran.mencari
metode dan starategi yang paling tepat mengingat perilaku peserta didik yang sangat kompleks
dan beragam, Pengajaran dan pembelajaran
hendaknya bersifat partisipatif dan dalam ranah yang diskursif untuk mencairkan
kebuntuan antar sesama, yakni antara pihak dosen dan mahasiswa.
3.3. Saran
Adapun saran penulis kepada dosen
pengampu demi meningkatkan, serta mensukseskan proses kependidikan antaralain :
1.
Penulis memberikan saran untuk lebih merperbanyak penggunaan istilah – istilah dalam disiplin ilmu psikologi untuk menjelaskan materi terkait, dengan harapan
dapat memperluas kosa kata dan agar peserta didik lebih akrab dengan
istilah-istilah dalam ilmu psikologi.
mengingat para pserta didik merupakan mahasiswa yang masih berada pada
semester ke 2 proses perkuliahan.
2. Hendaknya dosen pengajar menambahkan
contoh-contoh yang lebih konkrit dan jelas, serta member porsi lebih menjelaskan kasus–kasus yang relevan dengan
materi perkuliahan dan mengurangi cerita – cerita yang tidak ada kaitannya saat
menjelaskan materi pelajaran terkait, mengingat jam perkuliahan yang
terbatas. penulis dalam hal ini sebagai
partisipan dan peserta didik dalam proses pembelajaran terkadang tidak mampu
menangkap substansi – substansi dari materi yang dijelaskan secara utuh.
3. Dosen hendaknya tidak terlalu cepat
menyimpulkan perilaku mahasiswa yang diam dan enggan bertanya merupakan
indikator dari ketidak-akfifan mahasiswa dalam proses belajar-mengajar,
tentunya , mengingat bahwa perilaku
kognitif sendiri tidak hanya dapat disimpulkan secara kasat mata. Solusi yang
tepat untuk keadaan demikian yakni dosen
mungkin dapat meminta mahasiswa yang terlihat demikian untuk menuliskan
pendapat mereka secara ringkas melalui media kertas berupa tulisan, dan dosen
hendaknya tidak bertele-tele ketika ingin menunjuk mahasiswa yang ingin bertanya
atau menjawab, dosen bisa langsung menunjuk mereka para peserta didik yang
terlihat kurang aktif dalam proses perkuliahan
DAFTAR PUSTAKA
Majid , Abdul . (2008). Perencanaan Pembelajaran. Bandung: PT Remaja Rosdakarya
Sarwono, Sarlito W. (2009). Pengantar psikologi Umum. Jakarta: Rajawali Pres
Indara Ratna, K.W. 2009. Replika Psikologi
Pendidikan. Yogyakarta : Universitas Mercu Buana Yogyakarta.
Muhibbin Syah. 2010. Psikologi Pendidikan.
Dengan Pendekatan Baru. Bandung : PT. Remaja Rosdakarya.
Santrock, John, W. 2002. Life Span Development
Jilid I. Jakarta : Erlangga.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar